Hijab Santri dan Abangan
Dewasa ini, fenomena jilbab menjadi
trending topik dalam fashion wanita. Banyak toko atau online shop yang
menjual berbagai macam model jilbab yang menarik untuk kaum hawa. Selain agar
terlihat lebih cantik dan menutup aurat, fashion nampak menjadi lebih
menonjolkan kepawaian wanita dalam menganakan jilbab. Baik agar terlihat modis,
mengikuti perkembanan zaman, atau agar nampak lebih enak dipandang. Berbagai
macam alasan kaum hawa dalam mengenakan jilbab, lama-lama menjadikan alasan
utama wanita berjilbab bukanlah karena kewajiban dan hati nurani. Beberapa
wanita ada yang mengenakan jilbab karena alasan tertentu yang bukan berdasarkan
ajaran Islam.
Memang tidak salah jika hijab menjadi
trending topik dalam pasaran saat ini. Dampak positif lainya pada kaum hawa
adalah semakin banyak mereka yang menggunakan jilbab dan menutup auratnya.
Secara perlahan, hal itu adalah dampak positif dari fashion hijab. Sayangnya,
bebrapa kaum hanya yang berdandang menggunakan jilbab ada yang berlebihan.
Mislanya setelah memakai jilbab, mereka menghiasi lehernya dengan perhiasan
yang ada di leher dan kepala. Jilbab bagian atas dihiasi dan dililit dengan
beberapa kain yang nampak seperti punuk unta. Hal itu justru merusak fenomena
jilbab dan mengecap wanita berjilbab saat ini tidak sesuai dengan kaidah agama.
Penggunaak jilbab yang berlebihan, baik dari cara berdandan dan menggunakan
perhiasan dalam penambahan aksesoris adalah hal negatif pada fashion hijab
kekinian.
Alasan kaum hawa mengenakan jilbab atas
dasar hati nurani dan alasan agama, saat ini tidak banyak. Beberapa wanita yang
berasal dari golongan santripun memakai jiblab semakin ia tumbuh besar, semakin
dapat mengekspresikan dirinya agar terlihat cantik, mempunyai ciri khas dan
berbeda dengan wanita yang lainnya. Lebih parahnya lagi, beberapa dari mereka
pun ada yang melepas jilbab atau bahkan memakai jilbab hanya jika ada acara
tertentu. Hal tersebut merupakan ketidak konsistenan wanita dalam mengenakan
jilbab. Ketika hijan dibicarakan dalam tema pergaulan sehari-hari, akan
memiliki arti yang berbeda. Hal ini menyebabkan dikesampingkannya makna hijab
sesungguhnya dan menjunjung tinggi rasa toleransi. Meskipun satu orang dengan
yang lainnya memiliki alasan yang berbeda.
Berbagai alasan dan cara memakai jilbab
seolah terbagi menjadi dua kubu, yakni hijab santri dan hijab abangan. Pertama
adalah hijab santri yang dikenakan oleh banyak santri secara umum. Jika dilihat
dari penampilannya, mereka menggunakan jilbab atas dasar agama, menutup aurat,
tidak mengenakan pakaian yang ketat atau membentuk tubuh, kain jilbab yang
dipilih adalah kain yang panjang menjulang dan menutupi bagian dada, dan yang lebih
tinggi lagi tingkatannya adalah mereka yang mengenakan jilbab hampir seperti
mengenakan mukena. Hampir sama dengan wanita yang menggunakan cadar, namun
perbedaannya mereka tidak menggunakan cadar. Kedua adalah hijab abangan.
Disebut abangan karena alasan mereka memakai jilbab yang tidak secara
keseluruhan badannya berjilbab. Jika dilihat dari penampilannya, pakaian yang
dikenakan ketat, membentuk tubuh, ada beberapa bagian yang dilihatkan dengan
sengaja, memakai pernak-pernik (hiasan) yang berlebihan, cara melilit jilbab
cukup ribet dan memakan waktu lama. Sebagian besar dari wanita pengikut hijab
abangan adalah mereka yang termakan oleh fashion dan ingin lebih
menonjolkan kecantikannya dengan berjilbab. Lebih parahnya lagi, alasan mereka
adalah agar kulitnya putih.
Beberapa alasan dan dua golongan
berjilbab diatas memang tidaklah salah karena tujuan mereka adalah mengikuti
kewajiban wanita sebagai umat islam agar menutup auratnya. Alasan wanita
mengenakan jilbab tidak jauh dari fakor yang mendorong mereka dalam mengenkan
jilbab. Antara lain 1) faktor lingkungan kerja yang mengharuskan mereka memakai
jilbab, 2) faktor lingkungan keluarga yang agamis, 3) adanya hidayah yang
didapatkan oleh seorang wanita, 4) merasa bersalah dan ingin beraubat, 5) hari
raya idul fitri, 6) faktor perkembangan zaman karena banyak model jilbab yang
ada di pasaran, dan 7) faktor umur.
Faktor lingkungan, baik lingkungan kerja
atau lingkungan agamis memang kuat mempengaruhi dalam perubahan wanita ketika
berpakaian. Bedanya, faktor lingkungan keluarga yang agamis, seperti sebuah
adat yang diwariskan turun temurun agar anaknya mengenakan jilbab seperti yang
dikenakan orang tuanya. Sementara faktor lingkungan kerja mempengaruhi dirinya
karena kewajibannya dalam suatu pekerjaan. Kedua hal ini bukan berasal dari
hati masing-masing secara sadar, namun berdasarkan adat dan tradisi yang
mengelilingi mereka.
Memakai jilbab karena merasa bersalah
dan ingin bertaubat, ingin lebih mendekatkan diri pada Allah dan meminta
perlindungan atas perbuatannya. Hal ini kerap kali diperlihatkan oleh wanita
yang melakukan kejahatan dan ketika sedang disidang oleh pengadilan, mereka
mengenakan jilbab. Entah untuk setreusnya menenakan atau hanya ketika saat itu
saja, mereka mengenakan jilbab. Seperti penggunaan jilbab pada hari raya idul
fitri. Simbol dari kemenangan dan kembali suci. Hampir semua wanita mengenakan
jilbab pada masa ini, beberapa hari pada masa idul fitri. Tapi setelah masa
tersebut usai, mereka mengenakan pakaian seperti awal sediakala. Faktor umur
tidak kalah juga dalam hal-hal yang menyebabkan wanita berjilbab. Diketahui
jika umur sudah tua, mereka akan semakin merenung akan dosa yang telah
dilakukan selama ini. Pikiran tua dan kemudian mati adalah hal yang menakutkan
bagi kebanyakan orang karena mengingat dosanya yang banyak. Semakin ingin
mendekatkan diri pada Allah, salah satu simbol yang terlihat adalah mereka
mengikuti pengajian dan mengenakan jilbab.
Faktor lingkunan kerja, seperti pada
tulisan MacLeod yang berjudul Hegemonic Relations and Gender Resistence
perihal wanita berjilbab yang bekerja sebagai perlindungan diri mereka karena
keluar dari rumah. Karena ia ingin menunjukan dirinya sebagai orang muslim,
maka ia mengenakan jilbab. Nampak adanya perbedaan faktor lingkngan kerja
dengan faktor keinginan pribadi dalam mengenakan jilbab. Semakin berkembangnya
zaman, akan semakin banyak trend baik busana muslimah atau non muslim. Zaman
dahulu varian jilbab hanya jilbab langsung, jilbab nenek, dan jilbab segi
empat. Sekarang ini sudah ada varian yang menjadikan daya tarik wanita muslim
dalam mengenakan jilbab. Seperti jilbab segi empat yang bolak-balik, berbagi
motif, dan warna yang menarik minat kaum hawa untuk membeli. Jilbab pasmina
yang semakin bevariasi, dan jilbab langsungan yangtelah dibentuk (pasmina
instan) yang semakin memudahkan wanita untuk menebakan jilbab. Ditambah lagi
dengan berbagai banyak model tutorial hijab yang dapat dlihat dari berbagais
situs jejaring sosial.
Kesemuanya itu, memperlihatkan bahwa
trend dalam berjilbab sudah tidak lagi dianggap sebagai orang kuno. Sangat jauh
halnya dengan orang yang memiliki alasan mendapatkan hidayah untuk berjilbab.
Berbagai macam cerita banyak ditampilkan di sosial media tentang wanita yang
mendapatkan hidayah, masuk islam dan kemudian berjilbab. Baik nantinya ia akan
mengikuti hijab abangan atau hijab santri. Setidaknya mereka sudah memiliki
satu langkah dalam berjilbab.
Hijab abangan di mata hijab santri kerab
kali menjadi bahan berbincangan karena mengenakan jilbab tapi masih mengenakan
pakaian yang ketat, sangat membentuk badan, dan menggunakan hiasan yang
berlebihan. Sebaliknya golongan hijan abangan melihat orang yang mengenakan
jilbab yang sangat besar, nampak seperti orang yang tidak memiliki fashion, kurang
sedap dipandang, dan dekat dengan kata teroris. Namun dari kesemua itu, hingga
saat ini tidak ada permusuhan yang besar atara kedua kubu tersebut.
Bagaimanapun seorang wanita menggunakan jilbab adalah suatu kewajiban umat
muslim. Bukan masalah besar dalam pilihan mereka dalam fashion. Secara
perlahan, sikap dan perilaku mereka akan berubah sesuai dengan pengalaman
mereka dalam berjilbab. Baik hijab
santri atau abangan memang sebaiknya tidak saling memperbincangkan satu sama
lain dalam pilihannya dan berjalan sesuai kepercayaan masing-masing. Jika
jilbab yang dikenakan sopan dan tiadak berlebihan adala kunci utama kedamaian
dan keselamatan wanita dalam tingkah laku dalam melindungi dirinya dari
kejahatan seksual.
Referensi :
Macleod, Arlene Elowe. 1992. Hegemonic Relations and Gender
Resistance: The New Velling as Accomodating Protest in Cairo. Chicago
Journa.
Mila31. 2012. Style Hijab Masa Kini. artikelduniawanita.com
(15 November 2016)
Ya ampun Mbak Windi, mencerahkan banget.
BalasHapusTrims buat inspirasinya ya, Mbak.
Andaikan ini dikembangin jadi studi kasus atau tinjauan literatur kritis, alangkah baiknya kalau ini dimasukkan ke prosiding atau konferensi nasional/internasional soal gender dan seks / studi Islam. Good luck ya, Mbak!
iya to bang?
Hapustapi diriku merasa ini masih perlu diperbaiki..
mohon kritik dan sarannya ya bang.. :D